Kartini, Pejuang Emansipasi Bangsa

Hari ini adalah tanggal 21 April 2008. Pada tanggal yang sama 129 tahun yang lalu telah lahir seorang perempuan, anak dari Bupati Jepara kala itu, RM Sosroningrat, yang pada perkembangannya akan menjadi cikal bakal pejuang wanita yang tidak hanya dianggap sebagai pejuang bagi wanita saja tetapi juga perjuangan seluruh bangsa Indonesia, yaitu Raden Adjeng Kartini.

Sebagai seorang perempuan pribumi pada masa itu Kartini sangatlah beruntung karena dia bisa menamatkan diri sekolah di ELS (Europese Lagere School) dan bisa berbahasa Belanda tulis dan baca. Namun, setelah usia 12 tahun, seperti halnya wanita lainnya, dia harus menjalani pengitan yang berarti tidak boleh keluar dari pekarangan rumahnya.

Namun, karena memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat maju, gejolak Kartini tidak bisa tertahankan. Dia sering melakukan korespondensi dengan sahabat penanya di negeri Belanda untuk saling bertukar pandangan mengenai perkembangan jaman yang sedang terjadi.

Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar.

Namun demikian, cita-cita Kartini untuk bersekolah lebih tinggi memang tidak bisa diwujudkannya secara sempurna setelah dia “dipaksa” oleh ayahnya untuk menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat pada tahun 1903 yang ternyata sudah memiliki tiga istri. Kartini yang terlambat mengetahui hal tersebut menjadi terluka hatinya.

Usia Kartini juga tidak panjang karena pada usia 25 tahun atau setahun setelah pernikahannya dia harus meninggal dunia, tepatnya pada tanggal 17 September 1904, yakni 4 hari setelah dia melahirkan putranya yang pertama sekaligus yang terakhir, RM Soesalit.

Sebagai seorang wanita yang memiliki konsep pemikiran yang sangat maju terhadap bangsanya, Kartini tidak hanya pantas sebagai pejuang wanita. Bahkan dia merupakan salah satu dari sedikit pejuang perintis kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda. RA Kartini layak menjadi pejuang “Emansipasi Bangsa Indonesia”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *