Saat Birokrasi Terasa Membingungkan

Akhirnya saya merasakan sendiri betapa ribet dan repotnya birokrasi di Indonesia. Di saat berniat menjadi warganegara Indonesia yang baik yang akan membuat akte kelahiran untuk Avid, berbuah kegagalan.

Berkas-berkas yang kulampirkan ke ibu petugas Dinas Perizinan Kota Jogja yang terhormat ternyata dikembalikan dan ditolak untuk keduakalinya. Sudah yang keduakalinya? Kok bisa?

Pertamanya begini, sehari setelah Avid lahir (22 Sep 08) langsung saya membuat dan mengumpulkan berkas-berkas yang diperlukan untuk membuat akte kelahiran. Sebagai warganegara yang menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar negara wajar dong kalau mau buat akte kelahiran.

Tiga minggu waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan berkas-berkas tersebut (Kartu Keluarga, Surat Keterangan Lahir dan Kelurahan dan Kecamatan). Karena takut telat, datanglah Saya ke kantor Dinas Perizinan Kota Jogja yang tampak megah dan berwibawa.

Ternyata kedatangan saya yang perdana ini ditolak oleh sang ibu petugas dengan alasan si anak lahir di luar kota Jogja (Avid lahir di JIH yang berada di Kabupaten Sleman).

Si ibu bilang Saya harus menunggu 60 hari kerja agar bisa membuat akte kelahiran di kota Jogja, tentu saja dianggap terlambat dan kena denda Rp 30.000. Oke bu, sudah saya catat baik-baik perkataan ibu.

Setelah menunggu 60 hari kerja, tepatnya Sabtu kemarin, dengan penuh percaya diri Saya kembali datang ke Dinas Perizinan lengkap dengan 2 orang saksi yang menjadi syarat sahnya kalau mau membuat akte kelahiran.

Kedatangan kami disambut dengan tidak ada senyuman dari ibu petugas yang adalah orang yang sama dengan 60 hari yang lalu. Setelah menjelaskan alasan disuruhlah saya mengisi blangko akte kelahiran. Dalam hati saya senang, akhirnya bisa membuatkan akte untuk Avid.

Tapi ternyata sodara-sodara, setelah selesai menuliskan semuanya, si ibu bilang kalau saya gak bisa membuat akte kelahiran di Kota Jogja yang berarti kembali DITOLAK.

Alasan sang ibu, ada Undang-Undang baru mulai tanggal 3 Januari 2009 yang menyatakan bahwa akte kelahiran harus dibuat berdasarkan tempat lahir sang anak, dimana UU tersebut si ibu tidak bisa menunjukkannya.

Akhirnya, terjadilah sedikit perdebatan antara Saya dan ibu petugas. Yang jadi pertanyaan saya ke si ibu, kenapa waktu Saya datang pertamakali tidak dikasih tahu mengenai Undang-Undang baru ini? Apakah sebuah UU bisa dibuat dan disahkan secara mendadak?

Tentu saja hal itu tidak mungkin terjadi. Bagaimana mungkin si Ibu sebagai salah satu karyawan Dinas Perizinan yang senior (si ibu sudah agak tua) tidak tahu adanya perubahan Undang-Undang yang menyangkut masyarakat banyak?

Suatu negara bisa maju apabila seluruh warganegaranya bersatu padu dalam memajukannya. Marilah bapak dan ibu terhormat yang duduk manis di kursi pemerintahan, buatlah kami sebagai masyarakat biasa menjadi sebuah masyarakat yang pintar dan paham dengan UU yang ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *